Foto saya
Sanggau, Kalimantan Barat, Indonesia
Pendidik

Minggu, 30 September 2012

Team Building

Ada pepatah yang berbunyi: "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". Sapu lidi sangat bermanfaat tatkala        masih berada dalam satu ikatan, tapi kalau sudah tercerai-berai sapu tidak lagi disebut sapu... tapi lidi... yang hampir-hampir tidak ada fungsinya.
Team Building adalah hal yang identik dengan dua hal diatas, kita dapat mengatasi segala kesulitan (paling      tidak mengurangi), meringankan yang berat, saling menguatkan, saling mendukung, karena itu sebagai guru hendaknya di sekolah kita mampu membangun "team" yang handal sehingga kita mampu mengatasi / mengurangi masalah-masalah yang ada di sekolah kita masing-masing. secara team kita menjadi lebih kuat, kita dapat saling mengisi, kita dapat saling mengingatkan. 
Karena itu bagi teman-teman di sekolah yang masih berjalan sendiri-sendiri ... mari mulai dari sekarang kita bangun team di sekolah kita, mari kita membangun kesbersamaan/kekompakan/keakraban/kekeluargan, dan menghilangkan ego kita, mengikis rasa cemburu/curiga antar teman, membunuh rasa saling tidak suka, membuang rasa tinggi hati/angkuh dengan membangun suatu bangunan yang disebut "TEAM BUILDING". Seperti kata pepatah "BERSATU KITA TEGUH BERCERAI KITA RUNTUH", semoga ..... Hidup Guru Indonesia. 


Jakarta, 30 September 2012
Salam yang sedang balajar menulis 


Amat 

Jumat, 28 September 2012

Sebuah Refleksi


TAWURAN PELAJAR
(Analisis dan Solusi)

Akhir-akhir ini kita disuguhi berita tv tentang tawuran pelajar di Jakarta, tawuran antar pelajar sekolah di Jakarta ini bahkan sampai membawa korban meninggal dunia, ironis sekali pelajar yang seharusnya belajar di sekolah menggali ilmu untuk masa depan dirinya dan masa depan bangsa dan negara ini malah berkelahi di jalanan seperti manusia yang tidak beradap.
Kejadian ini membuat kita harus berpikir ulang tentang kebijakan pendidikan di negeri ini. Apakah ini sebagai akibat kebijakan pendidikan yang salah? Jawabannya bias iya. Maraknya tawuran di kalangan pelajar selama ini merupakan bukti gagalnya kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan yang selama ini dibangun terlalu berorientasi pada kemampuan kognitif (nilai/akademik) semata. Semua potensi pendidikan diarahkan hanya untuk mengejar nilai ujian nasional (UN), aklibatnya ada factor lain yang lebih urgen bagi perkembangan dan keberhasilan masa depan anak didik terabaikan, yaitu ahklak/karakter/budi pekerti. Kalaupun ahklak/karakter/budi pekerti itu ada porsinya hanya sedikit sekali bahkan hanya sepintas saja.
Tawuran yang terjadi saat ini adalah buah dari kebijakan pendidikan yang berorientasi pada nilai/akademik, anak didik yang lemah secara akademik akan termarjinalkan oleh system, anak yang gagal ujian nasional dianggap sebagai siswa yang bodoh. Seharusnya pendidikan tidak memberikan stempel pintar atau bodoh, lulus atau tidak lulus, sebab kesuksesan pendidikan tidak sebatas nilai akademik atau tingginya persentase kelulusan, kesuksesan pendidikan adalah apabila output yang dihasilkan dunia pendidikan itu mampu hidup survive dalam menghadapi tantangan dalam hidupnya.
Ujian nasional patut dievaluasi, sebab telah melahirkan pelajar yang semata-maa mengejar kelulusan, tidak membangun karakter anak didik. Seharusnya pendidikan mengedepankan pendidikan karakter,  pemerintah harus berani mengoreksi kebijakan yang selama ini mereka buat.  
Selain itu Kurikulum juga perlu ditinjau ulang sebab kurikulum yang ada sekarang terlalu padat/jenuh/banyak muatan-muatan yang semestinya bisa lebih disederhankan sehingga tidak membuat siswa stress bahkan orang tua siswa juga ikut stress,

Kamis, 27 September 2012

Tawuran Pelajar

        Akhir-akhir ini kita disuguhi berita tv tentang tawuran pelajar di Jakarta, tawuran antar pelajar sekolah di Jakarta ini bahkan sampai membawa korban meninggal dunia, ironis seaklai pelajar yang seharusnya belajar di sekolah menggali ilmu untuk masa depan dirinya dan masa depan bangsa dan negara ini malah berkelahi di jalanan seperti manusia yang tidak beradap.
          Pertanyaan bagi kita semua... apakah tawuran pelajar ini masih pantas disebut kenakalan remaja? atau sudah selayaknya kita sebut tindak kriminal yang harus di tindak secara pidana? Untuk menjawab pertanyaan ini tentunya para ahli hukum yang lebih tau. 
Sebagai pendidik yang mesti kita lakukan agar kedepan tidak lagi terjadi peristiwa seperti ini adalah kita perlu melakukan bimbingan/pembinaan dengan menggunakan pendekatan yang lebih manusiawi, merasa diterima, merasa aman, merasa ... merasa yang lainnya,  agar peserta didik kita dapat berkembang menjadi manusia yang bukan hanya pintar ... tapi juga berahklak. 
         Pendekatan semacam itu disebut "Attachment Theory", ada beberapa definisi "Attachment Theory" menurut para ahli :

@  Suatu ikatan emosional yang melibatkan keinginan untuk mencari dan mempertahankan kedekatan dengan orang tertentu, terutama dalam keadaan sulit, yang menyediakan adanya rasa aman, perlindungan dan keselamatan (Carruth, 2006: 72)
@   Sebuah ikatan yang kuat dan berlanggsung lama yang secara biologis berasal dari fjungsi untuk melindungi dari bahaya (Wilson, 2001 dalam Carruth, 2006: 72)
          Untuk memahami teori ini ada baiknya teman-teman membaca jurnal ini "Attachment-informed Supervision for Social Work Field Education (C. Susanne Bennett), bisa di download disini: http://Attachment-informed+Supervision+for+Social+Work+Field+Education+(C.+Susanne+Bennett)semoga bermanfaat.

Jakarta, 28 September 2012
yang sedang belajar menulis


Poheng Gew